Wednesday, June 8, 2011

Musibah Itu Sebuah Pelajaran Berharga


(dedicated to Ingelia)

Terdiam aku melihatmu terbaring lemah, dengan mata tertutup rapat dan sedikit luka memar ditubuhmu. Diatas tempat tidur yang putih bersih dan masih dengan selang infus melekat ditubuhmu. Tetapi semua sudah lebih baik dari hari kemarin. Mereka bilang kamu sudah mampu tersenyum, bahkan kamu telah mau untuk sedikit berbicara. 

Anganku dipaksa untuk kembali pada suasana malam itu, malam dimana semuanya begitu kacau, suara teriak minta tolong dan suara tangis terdengar bergantian  ditelingaku, mataku dipaksa menatap kejadian tragis itu. Saat sebuah kereta dalam kota melintas didepanku. Terlihat seperti tidak terjadi  apa-apa karena tidak ada sisa sedikitpun ditempat itu.

Beberapa detik setelah kereta itu berlalu terdengar derit suara besi beradu dan dalam hitungan detik terdengar sesuatu yang berat jatuh dari kereta yang baru saja  melintas. Dalam hitungan detik tempat itu berubah menjadi sebuah  kerumunan manusia. Tatapan kesedihan terpancar dari wajah-wajah mereka, meskipun mereka bukan siapa-siapa. Mencoba menyibak kerumunan dan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.

Sebuah mobil keluarga yang mencoba melintas dijalan sepi itu, tanpa peringatan  dan tanda sedikitpun, berpapasan dengan sebuah kereta dalam kota yang melintas dengan  kecepatan tinggi dan menyambarnya, mobil yang tadi sempat terlihat melintas dijalan sepi itu bukan tak terlihat karena telah berhasil melewati jalanan itu, melainkan tak terlihat lagi karena terbawa dan terseret ratusan meter disamping kereta itu. Miris melihat kondisi mobil yang hancur disatu sisinya karena beradu dengan badan kereta. 

Tangan tangan cekatan dan berjiwa mulia berusaha membuka sisi pintu mobil yang masih bisa dibuka, mencoba menyelamatkan beberapa korban yang ada didalamnya. Dengan transportasi dan peralatan seadanya mereka mencoba membawa keempat korban (yang keempatnya tidak lain merupakan satu keluarga) ke sebuah rumah sakit terdekat yang ada disekitar dilokasi kejadian. Terbentang pemandangan mengenaskan di dalam ruang emergency rumah sakit dalam kota itu, yang terdengar hanyalah suara rintihan menahan lara, seorang wanita setengah baya (terakhir diketahui sebagai istri dan ibu dari korban yang lain) terbaring diam, tanpa suara, seluruh tubuhnya tertutup kain seadanya, hanya sebagai tanda bahwa beliau telah berpulang ke rumah Bapanya.

Seorang anak laki-laki remaja terlihat bertarung melawan maut, berkawan belasan selang yang melilit tubuhnya dan beberapa peralatan medis yang menopang seluruh tubuhnya. Tetapi itupun tak bertahan lama. Persis satu jam dia berada di ruang ICU, yang pada akhirnya dia menyerahkan seluruh hidupnya pada Bapanya di surga. Bersama sang Bunda pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan Ayah dan Kakak perempuannya yang masih terbaring lemas, yang berjuang untuk mengalahkan rasa sakit yang tengah menghimpitnya.

Sesaat sang Ayah mulai tersadar dan kembali mencoba mengingat apa yang telah terjadi dengan dia dan keluarganya, mencoba mencari keberadaan istri tercintanya dan kedua buah hati mereka. Pandangannya terhenti pada salah satu tempat tidur dengan seseorang terbaring dengan tertutup kain, entah kenapa perasaannya sangat kuat saat melihat sosok yang terbujur diatas tempat tidur itu, dia seperti ingin membuka kain penutupnya tapi dia tak mampu menggerakkan tubuhnya.

Tidak tau lagi apa yang kala itu dia rasakan didalam hatinya, saat sebuah kalimat tersusun rapi mengalir dari salah satu Dokter di Rumah sakit itu menjawab Tanya darinya…..
“Putri Bapak ada dalam ruang perawatan intensif dan belum sadarkan diri, dia hanya menderita memar dibeberapa tempat, tetapi kami pihak Dokter dan paramedis mohon maaf karena dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan bahwa istri dan putra bapak tidak bisa bertahan, kami telah berusaha semampunya tetapi Tuhan berkehendak lain atas mereka, mereka berdua telah meninggal.”
Tidak akan pernah ada kata bahkan kalimat sekalipun yang sanggup mengungkapkan apa yang dirasakan sang Ayah kala itu. Hanya tampak duka dan penyesalan yang sangat dalam pada gurat wajah pria yang sudah mulai menapak usia 40 tahun itu.

Seorang perawat membantu mengantarnya untuk melihat kondisi istri dan putranya. Tanpa dia sadari lamunannya membawa dia kembali kebeberapa jam sebelum dia dan keluarganya berada ditempat ini. Kekhusyukan keluarga mereka dalam sebuah acara keagamaan di sebuah Gereja, kebersamaan dan keceriaan mereka dimeja makan salah satu restoran ternama dikota itu. Kebersamaan yang paling indah yang pernah dia rasakan dalam hidupnya. Tetapi dia sangat tidak pernah menyangka keindahan kebersamaan malam itu adalah kebersamaan terakhirnya bersama Istri dan putranya. Kebersamaan yang berakhir dengan sebuah duka yang sangat dalam baginya.

Tertunduk di depan kedua jasad orang-orang yang dicintainya, tanpa tau lagi apa yang akan dan harus dia lakukan. Air matanyapun tak mampu mewakili seluruh perasaannya saat itu. Sampai seseorang menyentuh lembut bahunya dan berkata;
“Tuhan telah meringankan penderitaan mereka, dan sekarang mereka tidak akan pernah lagi merasakan sakit, relakan mereka dan serahkan semua pada Tuhan, masih ada putrimu yang akan sangat membutuhkanmu disampingnya.” 
Seketika tersentak tubuhnya saat mendengar kata “putrinya”. 


Masih diatas kursi rodanya, dibantu saudaranya menuju sebuah ruangan, terhenti didepan sebuah jendela kaca yang tertutup tirai tipis, seorang gadis terbaring lemas dengan mata tertutup rapat dan sebuah selang infus. Sedikit balutan perban terlihat menutup salah satu sisi tangannya.Terucap rasa syukur pada Tuhan masih memberikan putrinya kesempatan untuk bersamanya. Seorang putri yang akan menemaninya sampai masa tua menyambutnya, putri yang akan memberikan dia sebuah kekuatan untuk bisa tetap melangkah, menyusuri setiap jalan yang memang harus dilaluinya dengan senyuman.

Kembali tertunduk, tetapi kali ini dia merangkai sebuah doa untuk segala sesuatu yang terbaik baginya dimasa ini dan yang akan datang. Jemari tangannya perlahan mulai meniti butir-butir rangkaian Rosario yang selalu ada dalam genggamannya sejak beberapa saat setelah dia tersadar dari pingsannya. Bait demi bait kalimat doa mengalir dari bibirnya, sebuah doa tentang rasa syukurnya, sebuah doa tentang kepasrahan yang dia punya dan kekuatan batin yang didambanya. Lirih hampir tak terdengar, tetapi begitu tulus. Semua mengalir begitu saja. 

Sebuah Malam dalam suatu pergantian hari yang tidak akan pernah terlupakan  dalam hidupnya. Melewati malam dengan sebuah kejadian yang tak pernah ada dalam rencananya, bahkan membayangkan kejadian ini sekalipun tidak akan pernah mampu. Sebuah kejadian yang mengubah hidupnya dalam sekejap mata. Sebuah kejadian yang tidak perlu dicari kesalahan berada pada siapa, dan memang tak perlu menyalahkan siapa-siapa.
Ya….. rencana Tuhan tidak pernah ada yang tau dan hanya dengan doa kita bisa dan mampu melewati semuanya.

Saat hari mulai menyambut sang fajar, mulai  berdatangan support dari berbagai pihak dan semua itu membuatnya semakin kuat. Masih setia disamping tempat tidur putrinya, berharap jangan pernah ada sebuah tanya tentang malam itu, satu tanya yang tak pernah dia harap terucap untuknya, meskipun dia sangat sadar cepat atau lambat putrinya akan sadar. Belum sempat dia memikirkan apa yang akan dikatakannya jika putrinya sadar suara lirih itu mengejutkannya “Papa, aku dimana….??? Mama mana..?? Dedek mana…??” (“Tuhan Yesus….apa yang harus aku katakan...??”) tanyanya dalam hati. Pertanyaan yang bagaimanapun caranya dia memberikan jawab pasti akan menyakiti hati putrinya. Hanya diam yang mampu dilakukan mengiringi senyum kecut di bibirnya dan rasa sakit yang menyayat didalam hatinya. Belum sempat terucap kata dari sang Ayah, entah apa yang terlintas di benak putrinya sehingga membuat putrinya tiba-tiba berteriak dengan histeris, tak terkontrol seperti teringat akan sebuah kejadian yang sangat mengerikan didepannya. Sesaat beberapa paramedis datang, tetapi bukan sebuah pengertian atau jawaban yang mampu membuat putrinya tenang, melainkan mereka datang untuk memberikan suntikan obat penenang. Dan itu berlangsung setiap saat setelah putrinya tersadar yang sejujurnya membuat hatinya semakin sakit.

Dilain tempat pihak keluarga mengurus pemakaman Istri dan Putranya, dan dia mengurus kepindahan perawatan putrinya ke sebuah Rumah Sakit yang lebih dekat dengan rumahnya. Disela-sela waktunya, dia menyempatkan diri untuk bisa melihat dan mendoakan Istri dan Putranya di Rumah Duka untuk yang terakhir kalinya, dimana kedua orang yang sangat dicintainya disemayamkan sebelum nantinya akan dimakamkan di sebuah Pemakaman Umum di kota itu. Dalam kedatangannya yang terakhir dia hanya mampu ucapkan ;
“ Selamat jalan Mama, terima kasih sudah menjadi wanita terbaik di dalam hidup Papa dan Putra Putri kita seumur hidupmu, tersenyumlah di Surgamu… , Selamat Jalan Putraku, terima kasih sudah menjadi Matahari Papa selama kamu hadir dalam keluarga kita, tersenyumlah di Surgamu bersama Mama, Papa dan Kakak sayang Mama dan Dedek ” dan dia mengakiri pertemuan terakhir itu dengan ciuman terakhir pula untuk Istri dan Putranya.

Dengan langkah seringan mungkin sang Ayah kembali ke kamar Putrinya, untuk kembali mengurus semua yang diperlukan dalam kepindahan perawatannya.

Hari itu adalah hari pemakaman orang-orang yang dicintainya tapi dia rela tidak menghadiri upacara pemakaman itu demi putrinya, demi kepulihan putrinya yang sudah lebih baik, demi menjaga perasaan putrinya yang sampai hari itu belum tau bahwa mama dan adik laki-lakinya telah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.
Ya, putrinya hanya tau bahwa Mama dan Saudara laki-lakinya sudah pulang dan beristirahat dirumah. Bahkan saat pemakaman itu berlangsung, Putrinya sempat katakan kepada tantenya yang setia menunggunya bahwa adiknya sempat datang dan menjenguknya tapi hanya memandangnya dari luar pintu dan tidak mau masuk ke dalam kamar dimana dia dirawat. Ingin menangis rasanya mendengar Putrinya berkata seperti itu, tapi dia harus mampu untuk menahan semua rasa yang berkecamuk didalam hatinya.

Saat ini dia hanya mampu berdoa dan berdoa. Mohon supaya Tuhan memberikan jalan terbaik, cara terbaik bagaimana dia harus menyampaikan semua berita duka ini saat putrinya pulih kondisi fisiknya, mohon semoga putrinya mampu dengan besar hati menerima segala kondisi yang saat ini memang harus dihadapi.
Dan Putri itu adalah kamu, kamu yang saat ini terbaring didepanku, terlelap diatas tempat tidurmu. Kamu harus mengerti, perjuangan seorang Ayah untuk membuat kamu Putrinya tetap tersenyum disaat duka yang dialaminya teramat dalam adalah hal tersulit yang harus dilakukan.


Segala hal yang telah terjadi adalah sebuah pelajaran berharga baginya. Apapun yang kita miliki akan hilang dari hadapan kita kalau Tuhan telah mengambilnya.