Sunday, March 18, 2012

Langkahku di "Alam Berkabut"


Kembali melanjutkan tulisan  sebelumnya di "Hampir Gelap"

Cahaya itu membuat mataku sakit tapi aku tak mampu menghindarinya.
 "Ibu sudah bangun, ibu tidak ada yang menunggu ya.
  Ibu..., kita pasang NGT ya, supaya ibu tidak susah
  makannya"
Pertanyaan itu memaksaku menggerakkan kepala. Dan ternyata aku mampu menggerakkan kepalaku.
  "Tidak, saya bisa makan tanpa NGT ",
dengan tegas aku katakan sekali lagi bahwa aku memang tidak butuh alat itu. Rayuan susterpun berhenti ketika akhirnya aku berkata
  "ya udah, pasang aja, tapi kalau tangan saya bisa
   bergerak saya lepas sendiri". (Jangan ditiru yaaaaa.....)

Semangatku seketika bangkit, lupa akan kejadian yang baru saja menimpaku. "Kalau kepalaku bisa, tangankupun pasti bisa, dan kalau tanganku bisa, kakikupun pasti mampu berjalan" perlahan kugerakkan kepala, jari-jari tanganku, dan seluruh jari kakiku. Sulit !!! Iya, tapi itulah proses, dan aku memang sangat menghargai sebuah proses. Karena aku yakin Tuhan tidak akan memberikan kasih-Nya pada kita tanpa melalui sebuah proses.

Muka dan tanganku mulai terasa hangat, sedikit demi sedikit mampu bergerak mengikuti arah pikirku. Hasil tes urine dan darah sudah diterima, hasil lumbar puncture juga sudah diterima, dan hari ini adalah proses pemeriksaan terakhir sebelum para dokter mengetukkan palu "si genit" apa yang terpikat sama tubuh ini. Samar-semar sempat kudengar pembicaraan para ahli jarum itu (nguping)
  "indikasi SGB sudah positif, lakukan EMG untuk
   lebih yakin lagi".
Eh...apa tadi, ada to penyakit SGB. Jenis penyakit elit macam apa lagi yang Tuhan inginkan aku untuk mengenalnya? Lalu, apa lagi itu EMG...???
Wooow... sepertinya dari semua alat medis yang ada di berbagai rumah sakit, aku belum pernah merasakan alat ini, dan saat ini sepertinya aku akan mengenalnya.

Persiapan untuk pemeriksaan tahap akhirpun dilakukan oleh para suster cantik itu. Semua kabel dan selang sudah dipindahkan di alat medis yang bisa mobile. Tinggal penyambung nafas dari ventilator saja yang masih menunggu tabung untuk oksigin mobilenya. Sepertinya Tuhan kedipkan matanya padaku, karena tiba-tiba perasaan ini dag dig dug ngga karuan. "Ada apa ini..??" tanyaku dalam hati. Dan ngga perlu lama aku dapatkan jawabannya.
  "Oke, tabungnya sudah siap. Kita pindahkan
   selangnya ke tabung dulu ya ibu" 
kata salah satu suster dalam ruang uji nyali itu.

Sepuluh detik, mulai terdengar tabung oksigin dibuka. "Kenapa suaranya aneh", belum sempat kalimat itu terjawab seketika itu juga air mengalir deras berpindah dari selang oksigin kedalam hidung dan entah kemana lagi. Seingatku, saat itu aku tersedak, dadaku sakit dan dalam pelukan kepala perawat (kata susternya) terdengar nada sumbang dari sebuah mesin. Kejadian pagi itu kembali terulang untuk kedua kalinya, dihari yang sama.

  "Sudah stabil suster, tinggal tunggu pasien bangun", kata suara lembut disampingku. Cepat kucoba untuk membuka mata dan bicara, tapi terasa lain dalam saluran nafasku.
  "Suster..., hidungku sakit..." kataku lemah. Pandangan suster itu berubah lain kearahku, dia mencoba merubah posisi tempat tidurku, dan membuka selang oksigin dihidungku, tetapi langsung dipasangkan kembali,meninggalkanku dan kembali dengan beberapa alat medis, ketika tiba-tiba aku batuk dan yang keluar bercampur dahak adalah darah, disitu aku sadar apa yang beberapa waktu yang lalu telah terjadi pada saluran pernafasanku.Susterpun perlahan membersihkan sisa darah yang hampir mengering dalam hidungku. Akibat dari kejadian itu aku jadi sering ngupil deh, habis warnanya lain....hehehheeee....

*nafas dulu yaaa....*
baca lanjutannya pada catatan Langkahku di "Di Dalam Nama-Nya" .

Saturday, March 17, 2012

Kali Ini



Andai kau tak menyapaku
Aku tidak akan menuntutmu
Andai kau tak melihatku
Aku tidak akan membuatmu berpaling
Andai kau tak lagi mengingatku
Aku tidak akan memakimu

Disaat kau bersamaku
Aku tak pernah bisa kau miliki
Disaat kau ingin meraihku
Aku tak pernah bisa kau genggam
Disaat kau teramat mencintaiku
Aku hanya mampu beri harapan semu

Aku masih mencintaimu
Hanya tak ingin menyakitimu
Aku selalu merindukanmu
Hanya tak ingin menyesakkanmu
Aku membutuhkanmu
Hanya tak ingin menjadi bebanmu


Pada hatimu yang terluka
Maafkan aku karena telah mencintaimu
Pada rasamu yang kecewa
Maafkan aku karena tak mampu menjadi milikmu
Pada harapmu yang tanpa asa
Maafkan aku karena tak mampu melupakanmu

Friday, March 16, 2012

Langkahku di "Hampir Gelap"


Kembali melanjutkan tulisan sebelumnya di "Kuat Dalam Kepasrahan"

Belum sampai 10 jam aku terbaring diruangan ini dengan asesoris kabel dan selang diseluruh tubuhku. Terdengar dari sudut ruang para suster sibuk dengan seorang pasien yang kondisinya semakin melemah. Huuuft...., mau tidak mau perasaankupun ikut tercabik saat tidak berapa lama keluarga pasien masuk ke ruang itu dengan jeritan pilu tak jarang teriakan berbagai kalimat penyesalan, amarah, dan segala pertanyaan pada Tuhannya.

Seketika itu, bayangan kedua orang tuaku, suamiku, anak-anakku, saudara dan teman-temanku silih berganti memadati otakku. "Aku tidak mau mereka yang menyayangiku tersakiti karena kepergianku, Dalam Nama Yesus aku pasti mampu melewati semua ini, karena saat aku percaya pada-Mu, tidak ada yang mustahil bagi-Mu."

Seperti sepenggal syair dari sebuah lagu pujian ;
  "Bagai induk rajawali yang mengajarkan anaknya  
   terbang, seperti itulah engkau bagiku bapa,
   setiap hembusan badai adalah latihan bagi
   kekuatan sayapku, aku akan terbang tinggi
   dan semakin tinggi."
Apa yang saat ini aku jalani adalah sebuah proses untuk membuatku semakin kuat menghadapi hidup ini, bahwa Tuhan ingin aku lebih mengerti bagaimana menghargai sebuah kehidupan dengan selalu bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan, bahwa Tuhan ingin aku lebih dekat dengan-Nya, mengandalkan-Nya dalam berbagai persoalan dan sakitku. Karena hanya dalam nama-Nya aku akan tetap mampu bertahan.

 Tanpa terasa jam pergantian petugas paramedis dari dinas malam dan pagipun berganti, tapi raga ini masih seperti masih tak bertulang dan tak ada aliran darah. Mencoba menggerakkan bola mata ini kesamping untuk mampu menggerakkan kepalaku, tapi belum ada hasilnya. Tidak munafik jika dalam ruang inilah air mataku terkuras, bukan untuk bersedih tapi lebih pada sebuah permohonan belas kasih akan campur tangan Tuhan dalam pergumulan ini.

"Kita coba minum susu ya bu", seteguk mampu kutelan dengan perjuangan yang melelahkan, tetesan kedua mungkin aku terlalu bersemangat sehingga mambuatku kembali seperti tak bernafas. Samar-samar terdengar teriakan "tidak ada keluarganya" dan akupun kembali sendiri dalam jalan ini. Sepi, masih belum ada sahabat, hanya kabut tipis menutup pandanganku pada arah didepanku. Teramat jauh perjalanan ini, tapi tidak tau kemana aku akan mengakhiri langkah kaki ini.
*tunggu sebentar yaaa.....*
baca lanjutannya pada catatan Langkahku di "Alam Berkabut" .

Wednesday, March 14, 2012

Langkahku di "Kuat Dalam Kepasrahan"


Mencoba melanjutkan share saya sebelumnya di "Jalanku Masih Panjang"

Tersadar dengan rasa sesak.
Tanpa mampu bicara banyak, tentang apa yang aku rasakan.
Beberapa tenaga medis mencoba mencari, apa yang harus "dipermak" dari tubuh ini. Sejumlah alat terpasang di tubuh ini, tapi tak satupun menimbulkan rasa berarti. Mati rasa atau kebas kalau orang awam bilang. Darahpun mengalir dari tubuhku berpindah ke dalam tabung-tabung pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal adalah suhu badan diatas rata-rata dan tekanan darah dibawah rata-rata.

"Observasi oleh para Dokter Spesialis akan dilanjutkan di Ruang ICU" begitu kalimat yang disampaikan Dokter waktu itu. PASRAH, mungkin itu yang mampu aku lakukan saat para tenaga medis memasang jarum infus dengan selang bercabang-cabang (berasa batang pohon :D).

ICU....
Cuma dua macam jenis pasien yang masuk ruang itu, yaitu pasien dengan kondisi koma dan pasien sadar dengan kondisi kritis yang badannya dipenuhi dengan berbagai macam kabel yang tersambung ke alat medis yang ada. Dan saya menjadi salah satu penghuni baru dalam ruang uji nyali dalam rumah sakit tersebut. Hanya terdengar nyanyian mesin-mesin penyangga tubuh yang sedang kami pakai. Dalam hati sempat terbersit sebuah tanya "haruskah aku menutup semua kisahku ditempat ini?"

Hampir semua perintah paramedis dalam ruangan ini aku iyakan karena kepasrahanku (mau gimana lagi, gerak aja ngga bisa ), tapi entahlah kekuatan apa yang sedang bersamaku ketika para suster cantik itu harus memasangkan alat bantu untuk makan melalui NGT (selang yang dimasukkan lewat hidung untuk membantu memasukkan makanan ke dalam lambung tanpa melalui mulut lagi) aku menolak dengan keras "nanti kalo foto ngga bisa nengok kiri kanan dong". Meskipun pihak paramedis telah meyakinkan aku bahwa aku tidak akan mampu menelan apapun karena ludahpun tak mampu masuk ke tenggorokanku. Tetapi sisi lain dari keyakinanku mengatakan "aku tidak butuh alat itu". Dan akhirnya dari pihak keluarga menandatangani surat penolakan pemasangan alat bantu medis.

Setelah semua terpasang aku minta pada pihak keluarga untuk meninggalkan aku sendiri di ICU karena buatku kedua matahariku yang saat itu aku yakin sedang gelisah menunggu maminya pulang lebih membutuhkan daripada aku. Meskipun pihak rumah sakit menyarankan setidaknya satu orang yang menunggu di ruang tunggu ICU tapi menurutku saat itu aku masih belum perlu untuk ditungguin.




*kembali harus istirahat....*
baca lanjutannya pada catatan Langkahku di "Hampir Gelap" .

Monday, March 12, 2012

Langkahku di "Jalanku Masih Panjang"



Marah sama Tuhan, mengutuk situasi,menyesali kehidupan, putus asa.... Mungkin saja iya, dan itu manusiawi. Tapi semua itu sudah bukan masaku untuk merasa dan bersikap seperti itu.
Meskipun aku mengakui pernah berada dalam semua situasi tersebut dalam suatu waktu.
Namun aku tak mau singgah pada rasa yang sama
Sangat menyakitkan dan teramat sangat menyiksaku.

Saat Salib itu kembali dipercayakan Tuhan padaku
Hanya berserah dan tetap tegak berdiri untuk selalu menjaganya.Ketika banyak orang disekitarku merasa sedih dan prihatin akan hal ini, inilah saatnya untukku semakin mengerti bahwa masih banyak yang menyayangiku. Dan disaat ada beberapa orang (mungkin) mencibir atau bahkan tertawa pada ketidakberdayaanku dan mengatakan ini adalah sebuah kutukan atau hukuman, inilah saatnya aku kembali meyakini bahwa apa yang aku alami adalah sebuah proses pembentukan dan penguatan Iman bagiku pada Tuhan.

Seperti biasa hariku disibukkan oleh aktivitas kantor yang (tumben) sedikit santai. Belum setengah hari terlewati, terasa ada yang mengganggu raga ini. Mencoba untuk tidak terlalu merasakan dan mengeluh, setelah sesaat kemudian dengan sangat terpaksa sekedar informasi tersampaikan dari mulut ini pada sahabat bahwa aku butuh istirahat sebentar.

Mencoba membaringkan raga ini yang terasa semakin lama semakin lemah. Kebaikan, support dan doa dari para sahabat dalam gedung itu yang membuatku mampu bertahan. Sampai akhirnya keputusan membawaku ke UGD pun tak dapat kutolak. Sebenarnya hanya ingin pasrah menyerahkan seluruh hidupku pada Tuhan, tetapi tiba-tiba bayangan "matahariku" memaksa aku untuk berusaha bangkit dari kelemahanku. Bukan berarti aku menentang kehendak Tuhan, tapi aku yakin Tuhanpun akan marah ketika umat-Nya hanya pasrah tanpa mau berusaha untuk bangkit dan bertahan.

Tidak lebih dari 30 menit tubuhku mengalami perubahan sangat drastis, dari segar bugar menjadi sama sekali tak mampu bergerak sedikitpun sampai aku tak merasakan sentuhan pada kulitku. Hanya dua yang kurasakan saat itu. Seperti ribuan binatang kecil yang sedang kelaparan dan semakin lama semakin buas memakan habis tubuh ini (baca: kesemutan ya..... hehheeheheheee....), dan semakin lama semakin sulit untuk bernafas. Dalam situasi itu kembali aku menyadari bahwa "ketika Tuhan inginkan satu hal terjadi pada kita, maka saat itu pula akan terjadi". Saat itu aku merasa masih mampu berucap sebelum ketidaksadaranku, kuminta pada para sahabatku "tolong Rosario-ku".

Sesaat setelah kuterima untaian Rosario putih itu, aku hanya mampu mengingat satu kalimat "Bunda Maria, Tuhan Yesus, kuserahkan yang terbaik pada-Mu" dan entah kemana jiwaku berkelana setelah itu aku tak mampu mengingatnya. Tetapi sekarang aku telah mengerti apa yang terjadi saat itu dari mereka sahabat-sahabat yang mengantarkan aku ke UGD, cerita yang mengalir, bahwa sepanjang perjalanan ke UGD mereka berusaha untuk membuat aku tidak terlelap, mencoba untuk selalu membuatku tersadar, akan tetapi ternyata dalam kelumpuhanku kala itu selama perjalanan itu pula bibirku tak perdah berhenti berucap kalimat doa.Dalam hati kukatakan terima kasih pada Tuhan karena ternyata aku masih bisa berharap pada-Nya dalam ketidaksadaranku.

 *saya istirahat dulu ya ... *
baca lanjutannya pada catatan Langkahku di "Kuat Dalam Kepasrahan" .

Sunday, March 4, 2012

Sendiri dalam Kebersamaan


















Ketika air mata ini perlahan menetes tanpa asa
Kamu tak pernah berusaha menghapusnya dari wajahku
Satu tanya "ada apa denganmu?"
Membuatku sadar kamu tidak seutuhnya memilikiku
Tanya itupun membuatku semakin yakin melangkah sendiri
Kebersamaan tanpa cinta
Sebuah janji tanpa makna

Saat raga ini begitu lemah
Aku tak pernah memintamu untuk menguatkanku
Meski tubuh ini tak mampu beranjak
Aku tak pernah memohon padamu untuk membuatku berdiri
Bahkan saat jiwa beranjak meninggalkan raga
Aku tak berharap kamu memanggilku

Kesendirian membuatku mampu bertahan tanpa rengkuh pelukmu
Bangun dari antara kerapuhan tanpa uluran tanganmu
Kembali memaksa raga berkarya tanpa lembut belaimu
Tak akan pernah berharap pada satu hati untuk dimengerti
Hanya akan selalu mencoba memahami asa dari setiap hati